Ibadah khususnya shalat 5 waktu tidak bisa ditinggalkan
meskipun dalam keadaan sakit sekalipun.Kita tidak boleh meninggalkan hanya
karena tidak mampu berdiri,atau tidak mampu bersuci.Islam itu luwes dan muadah
dilakukan,Islam memberikan keringanan kepada pemeluknya yang sakit dalam
melaksanakan rukun shalat maupun syarat-syaratnya yang lain seperti
bersuci,cara melakukan tayammum dan sebagainya.Shalatlah sesuai dengan
kemampuanmu,sambil duduk/berbaring atau dengan cara lain yang tidak memberatkan
diri. Allah Ta’ala berfirman,
“Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu
dan dengarlah serta taatlah”. (QS. At-Thaghabun :16)
Sesungguhnya
Allah Ta’ala mengutus Nabi-Nya,Muhammad dengan agama yang lurus dan penuh
toleransi,yang didirikan diatas tata yang mudah dan gampang. Allah Ta’ala
berfirman,
“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama
suatu kesempitan”. (QS. Al-Hajj : 78)
Allah Ta’ala berfirman dalam Al-quran surat Al-Baqarah ayat
185,
“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu”. (QS. Al-Baqarah : 185)
Orang
sakit wajib bersuci dengan memakai air,dalam berwudhu dari hadats kecil dan
mandi dari hadats besar.Jika tidak mapu bersuci dengan air,disebabkan karena
ketidak sanggupannya,atau takut penyakitnya bertambah,atau kesembuhannya
semakin lama,maka bertayamum,jika tidak sanggup bertayammum sendiri,maka orang
lain mentayamumkannya.Orang yang sakit wajib mensucikan badannya dari
najis,jika tidak mampu maka shalatlah dalam kondisinya yang seperti itu,maka
shalatnya sah dan tidak perlu diulang.
Orang
sakit harus membersihkan pakaiannya dari najis,atau membuka dan menggantinya
dengan pakaian yang bersih dan suci,jika tidak mampu maka shalatlah dalam
kondisinya yang seperti itu,maka shalatnya sah dan tak perlu diulang.Orang yang
sakit harus shalat diatas sesuatu yang suci,jika kasurnya ada najis maka harus
dicuci,atau ditukar dengan yang suci atau dialas dengan sesuatu yang
suci,apabila tidak mapu maka shalatlah dalam kondisinya yang seperti itu,maka
shalatnya sah dan tidak perlu diulang.
Orang
sakit tetap diwajibkan untuk melaksanakan ibadah shalat fardhu dengan keadaan
berdiri,meskipunagak membungkuk atau bersandar ke dinding,tonggak atau
tongkat.Jika tidak mampu melaksanakan dengan keadaan berdiri,maka shalat bisa
dilakukan dengan posisi duduk,yang lebih afdhol (baik) dengan posisi duduk
bersimpuh (iftirosy).Jika tidak mampu melaksanakan dengan cara duduk,maka
shalat bisa dilakukan sambil berbaring menghadap kiblat dengan miring di sisi
kanan(lebih baik dari pada sisi kiri),jika tidak mampu untuk menghadap kiblat
maka shalatlah sesuai dengan arah posisinya dan tidak perlu diulang.
Bila
tidak mampu melaksanakan dengan cara miring,maka shalat bisa dilaksanakan
dengan tidur menelentang,kedua kakinya diarahkan kearah kiblat dan lebih
baik(afdlol) kepalanya diangkat sedikit untuk menghadap kearah kiblat,jika
kakinya tidak bisa diarahkan ke kiblat maka shalat bisa dilaksanakan sesuai
dengan posisinya dan tidak perlu diulang.Orang sakit dalam melaksanakan shalat
harus ruku’ dan sujud,bila tidak mampu melaksanakannya,maka bisa dengan memakai
isyarat dengan kepala(menundukkan,kemudian menjadikan isyarat sujud lebih
rendah daripada ruku’,jika sanggup untuk melaksanakan ruku’saja tanpa sujud maka
dia ruku’ di waktu ruku’,adapun sujud diisyaratkan dengan menundukkan
kepala.Bila sanggup untuk melaksanakan sujud saja tanpa ruku’ maka dia sujud
diwaktu sujud adapun ruku’ diisyaratkan dengan menundukkan kepala.
Bila
tidak mampu untuk mengisyaratkan dengan kepala pada waktu ruku’ dan sujud,maka
biasa dilaksanakan dengan memakai isyarat mata,caranya : dengan memejamkan
sekejap kalau melakukan ruku’ dan kalau sujud mata dipejamkan relatif lama.Jika
tidak mampu mengisyaratkan dengan kepala dan mata,maka shalat bisa dilaksanakan
dengan hati,menghadirkan dalam hati dengan meniatkan
ruku’,sujud,berdiri,ataupun duduk dengan bersungguh-sungguh,dan bahwasanya amal
perbuatan bagi setiap orang itu sesuai dengan apa yang dia niatkan.
Orang
sakit harus melakukan setiap shalat tepat pada waktunya,sesuai dengan
kemampuannya yang telah dirinci diatas tadi,dan tidak boleh mmengakhirkannya
sampai mengakibatkan keluar dari waktu-waktu shalat.Bila melaksanakan setiap
shalat tepat pada waktunya memberatkannya,maka boleh menjamak antara dzuhur dan
Ashar,Maghrib dan Isya’ dengan jamak takdim atau jamak takhir,sesuai dengan
kondisi yang mudah bagi dirinya,kalau ingin mendahulukan shalat Ashar dengan
Dzuhur atau mengakhirkan shalat Dzuhur dengan Ashar boleh,begitu pula shalat Maghrib
dan Isya’.Adapun shalat Subuh tidak boleh dijamakkan dengan shalat sebelum dan
sesudahnya,dikarenakan waktunya terpisah dengan waktu sebelum dan sesudahnya.
Dalam
melakukan shalat dengan cara duduk tau berbaring atau terlentang,bacaan
shalatnya dan takbiratul ihram sampai salam tetap sama,seperti saat
melaksanakan shalat dengan berdiri,demikian juga posisi badan hendaknya
menghadap kearah kiblat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar