Sabtu, 06 Desember 2014

menggunjing atau ghibah

                Kita sering mendengar kata-kata ghibah,baik dalam suatu majelis taqlim maupun dari obrolan atau pembicaraan ringan.Banyak dari kita yang tidak tahu apa itu ghibah,pengertian ghibah dan mengapa ghibah itu dilarang dalam Islam. Allah Ta’ala berfirman,


“Hai orang-orang yang beriman,jauhilah kebanyakan dari prasangka,sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebahagian yang lain.Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.Dan bertaqwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (QS.Al-Hujurat :12).
                Ghibah adalah ambisi menghancurkan orang lain.Ia juga ambisi untuk menodai harga diri,kemuliaan,dan kehormatan seseorang disaat orang yang dituju tidak ada.Ia juga menunjukan sifat pengecut pelakunya,karena ghibah sama dengan menikam dari belakang.Ia merupakan prilaku negatif,memukul orang yang tak berdaya.Ia karenanya,adalah penghancur,dan sangat sedikit orang yang selamat dari lisan penggunjing,tanpa tertusuk dan terluka.
                Maka tidak mengherankan apabila Al-Quran dalam surat Al-Hujurat ayat 12, yang tersebut diatas,menggambarkannya dalam gambaran tersendiri yang membuat jiwa kita merasa jijik dan perasaan kita menolak dengan sendirinya.Nabi saw. Senantiasa meneguhkan persepsi qur’ani ini dalam benak para sahabatnya dan mengokohkannya dalam hati mereka setiap kali ada kesempatan.
                Pembicaraan negatif yang tidak disenangi orang biasanya menyangkut fisik,tabiat,keturunan,dan apa-apa yang khas padanya.Rasullullah saw. Ingin memberikan definisi tentang ghibah kepada para sahabatnya dengan metode tanya jawab,seraya bertanya kepada mereka,


“Tahukah kalian apa ghibah itu?” mereka menjawab,”Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” “Engkau membicarakan saudaramu dengan sesuatu yang tidak ia sukai,” jelas Rasul saw.Dikatakan kepada beliau,”Bagaimana jika yang saya katakan benar adanya?”  Beliau menjawab, “Jika apa yang kamu katakan benar,engkau menggunjingnya,sedangkan jika yang engkau katakan tidak benar,engkau berbohong kepadanya”.
                Ibnu Mas’ud ra. berkata, “Ketika kami berada disisi Nabi saw.,tiba-tiba seseorang berdiri meninggalkan majelis.Seketika ada salah seorang dari kami yang menggunjingnya. Nabi pun berkata, ‘Bersihkanlah selilitmu’. Orang itu balik bertanya, ‘selilit apa? Saya tidak makan daging’. ‘Sungguh engkau telah memakan daging saudaramu, ‘jawab Nabi saw.
                Dari Jabir ra. ia berkata, “suatu saat kami berada disisi Nabi saw., tiba-tiba berhembuslah bau busuk.Bersabdalah Nabi saw.,
“Tahukah kalian bau apakah ini ?


Inilah adalah bau orang-orang yang menggunjing orang-orang mukmin”.
Ini semua menunjukan kepada kita atas sucinya kehormatan pribadi yang dimiliki setiap individu dalam Islam.Tetapi ada beberapa gunjingan yang dihalalkan oleh para ulama,pengecualian ini terbatas hanya pada kasus darurat.Kebutuhan dan niat yang menjadi patokan umum dalam membolehkan ghibah;
                Jika tidak ada kebutuhan mendesak untuk menyebutkan keburukan seseorang pada saat dia tidak ditempat,tidak perlu menceburkan diri dalam wilayah yang haram.Jika kebutuhan ini bisa dipenuhi dengan cara menyindir maka tidak boleh dengan cara terang-terangan,apabila cukup dengan kata-katanya,bila seseorang yang meminta fatwa bisa bertanya dengan ungkapan, “Bagaimana pendapat seseorang yang melakukan hal yang begini dan begitu?” maka tidak boleh ia menggunakan ungkapan dengan menyebut nama seseorang.Setelah itu semua,hendaklah tidak menyebut sesuatu selain yang perlu,karena jika tidak demikian maka kebohongan yang diharamkan juga yang terjadi.
                Niat ada dibalik semua ini.Niat menjadi pemisah yang tegas.Dia sendirilah yang paling tahu tentang dorongan perilaku dirinya dibanding orang lain.Niat itulah yang memisahkan jelas antara aduan dan fitnah,antara meminta fatwa dan menjatuhkan orang lain,antara mengkritik dan menggunjing,antara nasehat dan penyebaran keburukan.Orang mukmin adalah orang yang teliti untuk melihat dirinya dibanding penguasa yang kejam dan teman yang bakhil.
Allah berfirman,

“Allah tidak menyukai ucapan buruk,(yang diucapkan) dengan terus terang kecuali orang-orang yang teraniaya”. (QS. An-Nisa : 148).
                Salah satu yang ditetapkan Islam adalah bahwa orang yang mendengarkan gunjingan hukumnya sama dengan orang yang menggunjing.Karenanya ia harus menolong saudaranya dari gunjingan dengan menolak gunjingan itu. Dalam sebuah hadits,Rasulullah saw.bersabda,


“Barangsiapa membela harga diri saudaranya dari gunjingan,adalah kewajiban Allah untuk membebaskannya dari neraka”. (HR. Ahmad)
Dalam hadits lain,


“ Barangsiapa membela harga diri saudaranya maka Allah akan menghindarkan dirinya dari api neraka di hari kiamat”. (HR. Turmudzi).
                Karena itu,barangsiapa tidak memiliki kemampuan untuk menghalang-halangi mulut galak yang menyerang kehormatan saudaranya,minimal ia harus meninggalkan tempat menggunjing,atau berpaling dari para penggunjing itu sehingga pembicaraan beralih ke tema yang lain.Jika tidak demikian,alangkah patutnya ia menjadi objek dari firman Allah,


“Kalian,jika demikian,adalah semisal mereka”. (An-Nisa :140)



                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar