Jumat, 25 September 2015

haramnya uang suap



                  Islam mengharamkan seorang muslim untuk menempuh jalan suap.Diantara cara memakan harta orang lain dengan jalan batil adalah mengambil uang suap,yakni,uang yang dibayarkan kepada penguasa atau pejabat pada umumnya,agar mereka menelorkan kebijakan bagi diri atau pesaingnya,sesuai dengan keinginan,atau untuk melicinkan urusannya dan menghambat urusan pesaingnya,atau yang sejenisnya.Sebagaimana mereka juga diharamkan menerima suap itu jika engkau memberinya,disamping itu,pihak ketiga,yang menjadi mediator antara pemberi dan penerima suap,juga sama kedudukan hukumnya.
                Allah Ta’ala berfirman,


“Dan janganlah sebahagian dari kalian memakan harta sebagian yang lain diantara kalian dengan cara batil dan (janganlah) kalian membawa (urusan harta)  itu pada hakim,supaya kalian dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,padahal kalian mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah : 188).
                Rasulullah saw.bersabda,


“Laknat Allah dalam hukum atas orang yang menyuap dan yang disuap.” (HR. Ahmad,Turmudzi,Ibnu Hibban).
                Andaikata penerima suap itu mengambilnya dengan zhalim,tentu betapa lebih jahatnya.Apabila ia hendak mencari keadilan,itu wajib hukumnya dan tidak boleh mengambil imbalan uang untuk itu.
                Tsauban berkata, “Rasulullah saw.melaknat penyuap,yang disuap,dan perantaranya.” (HR. Ahmad dan Hakim).
                Islam mengharamkan suap dan bersikap sangat keras terhadap semua pihak yang terlibat di dalam praktek itu.Demikian itu,karena tersebarnya praktek suap di tengah masyarakat sama juga dengan merajalelanya kerusakan dan kezhaliman,berupa hukum tanpa asas kebenaran atau keengganan berhukum dengan kebenaran,mendahulukan yang seharusnya diakhiri dan mengakhirkan yang seharusnya didahulukan,juga merajalelanya mental oportunisme dalam masyarakat,bukan mental tanggung jawab melaksanakan kewajiban.
                Barangsiapa terzhalimi atau kehilangan haknya,namun tidak mungkin mendapatkannya kembali kecuali dengan jalan menyuap,yang lebih utama baginya adalah bersabar hingga Allah Ta’ala memberikan kemudahan baginya dengan cara terbaik untuk melepaskan kezhaliman dan memperoleh kembali haknya,dengan kata lain menyuap demi melenyapkan kezhaliman.
                Apabila tidak ada cara lain selain menyuap,maka yang berdosa adalah penerima suap.Dalam kondisi seperti ini penyuap tidak berdosa,selama memang telah mencoba berbagi cara tetapi tidak mendatangkan hasil,apalagi karena ia berusaha melepaskan kezhaliman yang menimpa dirinya atau menuntut haknya sendiri,tanpa melanggar hak-hak orang lain.


Bahwa Nabi saw.bersabda, “Ada salah seorang kalian keluar dengan membawa sedekah dariku di bawah ketiaknya,padahal api baginya.” Umar pun bertanya, “Wahai Rasulullah,mengapa engkau memberikan kepadanya padahal engkau tahu bahwa ia adalah api baginya?” Beliau saw.menjawab, “Apa yang harus saya lakukan? Mereka meminta terus kepadaku,sedangkan Allah tidak menghendaki kebakhilan pada diriku.” (HR. Abu Ya’la).
                Jika desakan permintaan saja membuat Rasulullah saw.memberikan sesuatu yang diketahuinya sebagai api yang menerima,maka desakan kebutuhan untuk melepaskan diri dari kezhaliman atau memperoleh kembali hak yang hilang,tentu lebih patut untuk dipenuhi.




Selasa, 04 Agustus 2015

menggantung jimat



                 Hingga hari ini,masih banyak kelompok penyesat di dunia ini yang memanfaatkan kebodohan orang-orang dungu dengan menuliskan kata-kata jimat dan rajah,membuat garis-garis,membaca mantera-mantera atau jampi-jampi.mereka berkenyakinan bahwa semua itu dapat melindungi pengamalnya dari permusuhan jin,kerasukan setan,kejahatan pandangan mata,atau kedengkian orang.
                Dalam Islam,untuk penjagaan diri dan pengobatan,memiliki cara yang dikenal dalam syariah.Islam menentang orang-orang yang meninggalkannya dengan beralih kepada cara-cara yang ditempuh oleh para pendusta yang menyesatkan. Rasulullah saw.bersabda,


“Bertobatlah,karena sesungguhnya Allah tidak menciptakan sakit kecuali telah menciptakan obat,kecuali satu penyakit:yaitu pikun.” (HR. Ahmad)
                Rasulullah saw.bersabda,


“Bila pada obat-obat kalian ada sesuatu yang baik,ia terdapat pada tiga hal; minuman madu,bekam,dan pengobatan dengan api.” (HR. Muttafaqun’alaih)
Secara subtansi dan analogi,ketiga cara diatas berlaku cara-cara pengobatan yang berlaku masa kini.Ada pengobatan dengan cara mengkonsumsi obat melalui mulut,berobat dengan cara operasi,pengobatan dengan api,yakni dengan bantuan energi listrik.Dengan menggantungkan jimat untuk tujuan pengobatan atau penjagaan diri,adalah kebodohan dan kesesatan yang berbenturan dengan sunnatullah sekaligus menafikan tauhid.
                ‘Uqbah bin ‘Amir r.a.bercerita bahwa sepuluh orang berkendaraan datang menemui Rasulullah saw.kemudian Rasulullah saw.membai’at sembilan orang diantaranya namun membiarkan yang satu orang.Mereka bertanya,”Apa masalahnya?” Rasulullah saw.menjawab,”Dilengannya ada jimat.” Orang itu segera memutuskan jimatnya sehingga Rasulullah saw.akhirnya membai’atnya.Kemudian Rasulullah saw.bersabda,


“Barangsiapa menggantungkan jimat,sungguh ia telah menyekutukan Allah.”(HR.Ahmad dan Al-Hakim).
Dalam hadits lain, Rasulullah saw.bersabda,


“Barangsiapa menggantungkan jimat,semoga Allah tidak menyempurnakan(keinginan)nya.Barangsiapa menggantungkan penangkal sial,semoga Allah tidak melindunginya.” (HR. Ahmad Abu Ya’ala).
                Imran bin Husain ra.berkata bahwa Rasulullah saw.melihat sebuah gelang di lengan seseorang-ia berkata bahwa gelang itu tampak terbuat dari kuningan,dan Rasulullah saw.besabda,”Celaka kamu,apa ini?” orang itu menjawab,”Ini jimat (penangkal hina).” Rasulullah saw.bersabda,


“Sungguh,ia tidak menambahmu selain kehinaan.buanglah benda itu,sebab bila kamu mati sedangkan benda itu masih kau miliki,kamu tidak pernah beruntung selama-lamanya.” (HR.Ahmad dan Ibnu Hibban).
                Isa bin Hamzah berkata, “Saya masuk ke rumah Abdullah bin Hakim.Padanya kulihat warna merah,lalu saya bertanya,engkau menggantungkan jimat,bukan? Ia menjawab, saya berlindung Kepada Allah darinya. Rasulullah saw.bersabda,


“Barangsiapa menggantungkan sesuatu (semisal jimat),ia akan dibebani dengannya.”(HR.At-Turmudzi).
                Diriwayatkan bahwa suatu ketika Ibnu Mas’ud menjumpai isterinya di rumah lalu menjumpai di leher isterinya ada benda yang dikalungkan,maka ia pun menarik dan memotong-motongnya seraya berkata, “Keluarga Abdullah sudah tidak butuh untuk menyekutukan Allah dengan sesuatu yang tidak ada keterangan yang diturunkan oleh Allah.” Kemudian ia melanjutkan, “Saya mendengar Rasulullah saw.bersabda, sesungguhnya mantera(ruqiah),jimat(tamimah),tiwalah adalah perbuatan syirik.’ Para sahabat bertanya,”Wahai Abu Abdurrahman,ruqiah,tamimah kita sudah mengenalnya.Lalu apa yang dinamakan tiwalah itu?” ia menjawab, “Tiwalah adalah benda yang dibuat oleh kaum wanita untuk memelet(mendapat cinta) suaminya.” (HR.Ibnu Hibban).
Pengajaran ini begitu dalam pengaruhnya dalam diri para sahabat Nabi saw.sehingga mereka merasa gengsi untuk menerima berbagai praktek sesat ini dan mempercayai bentuk-bentuk kebatilan ini.
                Para ulama berkata,mantera yang dilarang adalah mantera yang tidak menggunakan bahasa Arab,sehingga tidak diketahui maknanya,dan mungkin saja ia menjadi sihir atau kekufuran.Adapun jika jampi itu menggunakan kata-kata yang dapat dipahami maknanya dan bahkan ada kandungan dzikir kepada Allah Ta’ala maka ia di sunahkan.Ketika itu,mantera merupakan doa dan harapan kepada Allah,bukan penyembuh atau obat.Mantera yang biasa digunakan orang-orang jahiliah adalah mantera yang tercemar oleh unsur-unsur sihir,syirik,dan jampi-jampi yang tidak memiliki makna yang dapat dipahami.
                Ibnu Mas’ud r.a.melarang isterinya mengamalkan mantera seperti kebiasaan orang jahiliah.Lalu sang isteri berkata,”Pada suatu hari saya keluar rumah.Fulan memandangiku hingga mataku mengucurkan air mata(yakni bahwa ia terkena pandangan mata kedengkian yang jahat).Bila saya mengamalkan mantera,air mataku terhenti,namun bila aku berhenti,ia menetes lagi.” Ibnu Mas’ud berkata, “Itu adalah syetan;bila kamu mematuhinya,ia meninggalkanmu dan bila engkau menentangnya,ia mencolok matamu dengan jarinya.Andaikan kamu melakukan seperti yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw.maka itu lebih baik bagimu dan lebih patut kamu disembuhkan;yakni kamu percikan air pada kedua matamu,dan panjatkan doa :


“Wahai Tuhan manusia,hilangkanlah penyakit ini,sembuhkanlah,Engkau Maha Penyembuh.Tiada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu,yakni kesembuhan yang tidak menyisakan penyakit.” (HR. Ibnu Majah).

Selasa, 28 Juli 2015

menganggap sial



                Rasulullah saw.bersabda,


“Iyafah,thirah,dan tharq adalah bagian dari jibt (sesuatu yang disembah selain Allah).”(HR.Abu Dawud,Nasai,dan Ibnu Hibban)
                Iyafah adalah menggaris-garis di pasir.Ia sejenis praktek perdukunan yang masih terdapat hingga sekarang.Tharq adalah melempar dengan kerikil,yang juga termasuk jenis perdukunan.
Thathayyur (menganggap sial) adalah tindakan yang tidak berlandaskan ilmu dan realita yang benar.Ia hanyalah perilaku ikut-ikutan dan sekadar waham.Kalau tidak demikian,lalu apa artinya orang yang berakal sehat kok masih percaya bahwa kesialan pada seseorang atau pada suatu tempat,atau muncul perasaan gelisah karena mendengar suara burung,gerakan mata,atau mendengar kata-kata tertentu.
Menganggap sial sesuatu,baik berupa tempat,waktu,sosok seseorang,atau hayalan mistis lainnya sangat laku dan senantiasa laku di tengah berbagai kelompok masyarakat maupun individu.Banyak orang kafir yang sesat,kalau mereka ditimpa musibah dari Allah Ta’ala,mereka berkata kepada para Da’i dan Rasul yang diutus kepada mereka,


“Sesungguhnya kami bernasib sial karena kalian.”(QS. Yasin:18)
Umat Nabi Shalih as.berkata kepadanya,


“Kami mendapat nasib yang sial,disebabkan olehmu(Shalih) dan orang-orang yang besertamu.”(QS.An-Naml:47)
Fir’aun dan kaumnya bila mendapat malapetaka,


“...mereka menganggap kesusahan itu disebabkan oleh Musa dan orang-orang yang besertamu.”(QS.Al-A’raf:131).
Akan tetapi para Rasul itu menjawab dengan tegas,


“Sesungguhnya nasib sial yang menimpa kalian adalah karena kalian sendiri.”(QS.Yasin:19)
                Nasib sial yang menimpa itu disebabkan karena kalian sendiri,kekufuran,keingkaran,dan permusuhan kalian terhadap Allah dan Rasul-Nya.Orang-orang Arab zaman dahulu memiliki sejarah panjang dan mempunyai keyakinan yang beragam dalam masalah ini.Akhirnya datanglah Islam,lalu menghapuskan semua itu dan mengembalikan mereka ke jalan pikiran yang benar.
                Kalau pada tabiat seseorang terdapat suatu cacat,hingga orang beranggapan bahwa nasib sial itu disebabkan oleh beberapa hal atau sebab-sebab tertentu,maka tidak seharusnyalah ia menyerah akan nasibnya itu,khususnya lagi bila sudah sampai pada tataran aktivitas kongkrit.
Rasulullah saw.bersabda,


“Tidak seorang pun selamat dari tiga hal: berprasangka,menganggap sial,dan mendengki.Apabila kalian berprasangka maka janganlah kalian nyatakan,apabila kalian menganggap sial maka jangan kalian urungkan,dan jika kalian mendengki maka janganlah melampaui batas.”(HR.Thabrani).
                Dengan demikian ketiga hal itu hanyalah lintasan pikiran dan bisikan hati,yang tidak berpengaruh sedikit pun pada perilaku,dan Allah telah mengampuninya. Rasulullah saw.bersabda,


“Tathayyur (menganggap sial) itu syirik,tathayyur itu syirik,tathayyur itu syirik.” (HR.Ibnu Mas’ud).

Dihati setiap kita pasti terdapat sebagian dari unsur tersebut,namun itu akan segera lenyap dari hati yang bertawakal kepada Allah Ta’ala.       

Rabu, 03 Juni 2015

hukum haram sihir



                     Sebagian ahli fiqih Islam menganggap bahwa sihir itu kekufuran,atau dapat menyeret kepada kekufuran,bahkan sebagian dari mereka berpendapat bahwa tukang sihir harus dibunuh demi melindungi masyarakat dari bahaya sihirnya.Al-Qur’an mengajari kita bagaimana cara meminta perlindungan dari kejahatan para tukang sihir,


“Dan (aku meminta perlindungan) dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul”. (Al-Falaq:4)
Menghembus pada buhul-buhul merupakan salah satu cara yang digunakan oleh para ahli sihirbahkan salah satu ciri khasnya.Dalam sebuah hadits disebutkan,


“Barangsiapa meniup buhul berarti telah melakukan sihir,dan barangsiapa melakukan sihir,sungguh ia telah berbuat syirik.” (HR. Thabrani).
                Islam memerangi perbuatan sihir dan para ahli sihir,


“Dan mereka mempelajari sesuatu yang membahayakan dirinya dan tidak bermanfaat buat mereka.” (Al-Baqarah:102)
Rasulullah saw.menganggap sihir sebagai salah satu dosa besar yang dapat merusak dan menghancurkan umat manusia secara keseluruhan dan individunya,disamping menghinakan para pelakunya didunia sebelum menghinakannya diakhirat.Rasulullah saw.bersabda,


“Jauhilah tujuh hal yang membinasahkan. “para sahabat bertanya,”Apakah tujuh hal itu,wahai Rasulullah?”Rasulullah saw.menjawab, “menyekutukan Allah,sihir,membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan cara yang benar,memakan harta riba,memakan harta anak yatim,lari dari pertempuran,dan menuduh zina wanita-wanita yang terjaga,yang tidak mau bermaksiat dan beriman.” (HR. Muttafaqun’alaih).
                Selain melarang pemeluknya untuk pergi ke juru ramal untuk menanyakan perkara ghaib dan misterius, Islam juga melarang seorang muslim menggunakan sihir,atau mendatangi para ahli sihir,untuk mengobati penyakit atau menyelesaikan masalah yang sulit.Perilaku ini yang tak disukai Rasulullah.Beliau bersabda,


“Bukan golongan kami orang yang mengangap sial atau mencari orang untuk menanyakannya,mengamalkan perdukunan(atau meminta kepada dukun),dan mengamalkan sihir atau yang minta disihirkan.”(HR. Al-Bazzar)
                Ibnu Mas’ud berkata,”barangsiapa datang ke tukang ramal,tukang sihir,atau dukun,kemudian bertanya kepadanya dan mempercayai omongannya,sungguh ia telah kafir kepada wahyu yang diturunkan kepada Muhammad saw.” (HR. Al-Bazzar dan Abu Ya’la)
Rasulullah saw.bersabda,


“Tidak masuk surga pecandu minuman keras,yang mempercayai sihir,dan orang yang memutus silaturrahmi”.(HR. Ibnu Hibban)
                Hukum haram tidak hanya dijatuhkan kepada tukang sihir,namun juga mencakup orang yang percaya kepada sihir,yang mendorong mengamalkan sihir itu,dan yang mempercayai omongannya.Akan bertambah lagi perbuatan haram dan kejahatannya bila sihir tersebut dipergunakan untuk suatu tujuan yang haram.misalnya untuk menceraikan sepasang suami-istri,menyakiti seseorang secara fisik,dan lain hal yang biasa dikenal di kalangan tukang sihir.